Biografi KH. Abdurrahman Wahid


RIWAYAT PERJUANGAN GUS DUR

Berikut ini lampiran surat resmi yang disampaikan FPKB ke Presiden dan Pimpinan DPR RI tentang Permohonan KH Abdurrahman Wahid sebagai Pahlawan Nasional pada tanggal 04 Januari 2010:

DAFTAR RIWAYAT HIDUP KH. ABDURRAHMAN WAHID

Nama                           : KH ABDURRAHMAN WAHID
Tempat Tgl. Lahir         : Jombang, 4 Agustus 1940
Alamat Asal                  : Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang Jawa Timur
Alamat Terakhir            : Jln. Warung Silah II/5 Ciganjur Jakarta Selatan
Orang Tua                     : Wahid Hasyim (Ayah), Solechah (Ibu)
Istri                                 : Sinta Nuriyah
Anak-anak                    : Alisa    Qotrunada,    Zanuba    Arifah    Chafshah,     Anisa Hayatunnufus, Inayah Wulandari

Pendidikan Formal :

* Sekolah Tingkat Dasar di Jakarta Tahun 1949-1953
* SMEP Gowongan Jogjakarta Tahun 1954-1957
* SLTA di Magelang dan Tambakberas Jombang Tahun 1957-1962
* Universitas Al-Kairo Mesir Tahun 1963-1966
* Universitas Baghdad Iraq Tahun 1966-1970

Pendidikan Non-Formal/Pesantren :

* Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang Jawa Timur (1940-1948)
* Pondok Pesantren Al-Munawir Krapyak Jogjakarta (1954-1957)
* Pondok Pesantren Tegalrejo Magelang Jawa Tengah (1957-1960)
* Ponpes Bahrul Ulum Tambakberas Jombang Jawa Timur (1960-1963)

GELAR KEHORMATAN (DOKTOR HONORIS CAUSA)

* Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Universitas Thammasat, Bangkok, Thailand, Tahun 2000
* Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand, Tahun 2000
* Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Universitas Sorbonne, Paris, Prancis, Tahun 2000
* Doktor Kehormatan dari Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand, Tahun 2000
* Doktor Kehormatan dari Universitas Twente, Belanda, Tahun 2000
* Doktor Kehormatan dari Universitas Jawaharlal Nehru, India, Tahun 2000
* Doktor Kehormatan dari Universitas Soka Gakkai, Tokyo, Jepang (2002)
* Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Universitas Netanya, Israel, tahun 2003
* Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Universitas Konkuk, Seoul, Korea Selatan, tahun 2003
* Doktor Kehormatan dari Universitas Sun Moon, Seoul, Korea Selatan, tahun 2003



PENGHARGAAN NASIONAL DAN INTERNASIONAL NON-AKADEMIK

* Tahun 1993: Gus Dur menerima Ramon Magsaysay Award, sebuah penghargaan yang cukup prestisius untuk kategori Community Leadership.
* Tahun 2004: Gus Dur ditahbiskan sebagai “Bapak Tionghoa” oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang di Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok, yang selama ini dikenal sebagai kawasan Pecinan
* Tahun 2006: Gus Dur mendapatkan Tasrif Award-AJI sebagai Pejuang Kebebasan Pers 2006.
* Tahun 2008: Ia mendapat penghargaan agama dan kemanusiaan dari Simon Wiethemthal Center, sebuah yayasan yang bergerak di bidang penegakan Hak Asasi Manusia di New York. Gus Dur mendapat penghargaan tersebut karena menurut mereka ia merupakan salah satu tokoh yang peduli terhadap persoalan HAM.
* Tahun 2008: Gus Dur memperoleh penghargaan dari Mebal Valor yang berkantor di Los Angeles, Amerika Serikat karena dinilai memiliki keberanian membela kaum minoritas, salah satunya dalam membela umat beragama Konghucu di Indonesia dalam memperoleh hak-haknya yang sempat terpasung selama era orde baru.
* Tahun 2008: Gus Dur juga memperoleh penghargaan dari Universitas Temple. Namanya diabadikan sebagai nama kelompok studi Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study.




RIWAYAT PERJUANGAN KH. ABDURRAHMAN WAHID –PERJUANGAN MERINTIS JALAN DEMOKRASI

* Tahun 1974; KH. Abdurrahman Wahid bergabung dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), sebuah LSM yang mengabdikan dirinya pada penguatan demokrasi, penyebarluaran faham kebangsaan dan pluralisme melalui penerbitan jurnal, penyelenggaraan seminar, diskusi dan advokasi kelompok masyarakat terpinggir. Melalui Jurnal PRISMA yang diterbitkan oleh LP3ES, KH. Abdurrahman Wahid menuliskan gagasan-gagasanya tentang demokrasi dan kebangsaan serta menyebarluaskannya ke seluruh Indonesia melalui berbagai macam forum seperti seminar, diskusi, workshop maupun rapat terbuka.
* Tahun 1983; KH. Abdurrahman Wahid mendirikan Lembaga Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) di Jakarta, sebuah LSM yang mengabdikan diri pada pengembangan penguatan pesantren agar lebih mandiri secara politik dan ekonomi dan mengambil peran aktif dalam proses pembangunan demokrasi di Indonesia. Melalui P3M, KH. Abdurrahman Wahid melakukan silaturahmi ke ribuan pesantren dan kyai serta mengorganisirnya menjadi kekuatan sosial yang sangat strategis dalam pembangunan demokrasi di Indonesia, khususnya untuk mengimbangi semakin menguatnya posisi negara pada masa orde baru.

KH Abdurrahman Wahid / Gus Dur
RIWAYAT PERJUANGAN KH. ABDURRAHMAN WAHID –PERJUANGAN PENGUATAN CIVIL SOCIETY DAN KEBANGSAAN

* Tahun 1984; KH. Abdurrahman Wahid menjadi promotor Pancasila sebagai Asas Tunggal bagi kehidupan kebangsaan Indonesia. Sikap politik ini diambil setelah mempertimbangkan menguatnya sentimen dan identitas ke-Islaman di kalangan tokoh-tokoh muslim pada masa itu yang keberatan menjadikan Pancasila sebagai asas organisasi mereka dan ingin menggantikannya dengan asas Islam. Kondisi ini mendapat reaksi dari kelompok non-muslim dan mulai mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Pemerintah pada saat itu merasa sangat terpojok dengan sikap tokoh-tokoh muslim yang menolak Pancasila sebagai asas tunggal. Keputusan KH. Abdurrahman Wahid yang menerima Pancasila sebagai asas tunggal mampu menjembatani dan mencairkan ketegangan ideologi saat itu, karena posisi KH. Abdurrahman Wahid yang mewakili Nahdlatul Ulama, organisasi Islam terbesar di Indonesia. Bagi kelompok non-muslim, sikap Gus Dur membuat mereka merasa aman karena sudah memiliki sandaran kuat terhadap persoalan yang ada
* Tahun 1984: KH. Abdurrahman Wahid terpilih untuk pertama kalinya menjadi Ketua Umum PBNU dan secara resmi memimpin organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan anggota puluhan juta orang dan selanjutnya memainkan peran penting dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Sepanjang Tahun 1984-1989, Gus Dur berkeliling Indonesia, keluar masuk pesantren, menghadiri seminar dan diskusi yang sebagian besar temanya adalah soal ke-Islaman dan Kebangsaan, termasuk menjadi garda depan Pancasila sebagai Asas Tunggal Indonesia sekaligus mengembangkan toleransi antar umat beragama melalui forum-forum dialog antar agama.
* Tahun 1987: KH. Abdurrahman Wahid terpilih menjadi Anggota MPR RI utusan Golongan, tentunya mewakili organisasi ke-Islaman terbesar di Indonesia. Kiprah Gus Dur selama menjadi Anggota MPR RI 1987-1992 lebih menonjol di luar gedung dibandingkan di forum-forum resmi. Hal ini disebabkan peran MPR juga tidak terlalu banyak dibandingkan DPR RI. Namun, posisi Gus Dur yang menjadi penyokong utama asas Tunggal Pancasila, menjadikannya selalu disegani ketika berbicara tentang kemurnian konstitusi yaitu UUD 1945 dan Pancasila, termasuk membentung keinginan sejumlah kecil kalangan yang selalu menginginkan Piagam Jakarta masuk kembali dalam konsitusi
* Tahun 1989: KH. Abdurrahman Wahid terpilih untuk kedua kalinya menjadi Ketua Umum PBNU. Sepanjang lima tahun kedepan, perannya dalam kehidupan demokrasi dan kebangsaan semakin besar. Dalam rentang waktu lima tahun periode kepengurusannya yang kedua ini, Gus Dur mulai membangun blok politik bersama kelompok-kelompok gerakan pro-demokrasi. Melalui tulisan-tulisannya dan juga pernyataan-pernyataannya di media massa, Gus Dur menginspirasi banyak pihak terutama kalangan muda NU dan non-NU tentang perspektif Islam ‘ala Indonesia dalam melihat pola hubungan agama dan negara, termasuk yang tidak kalah pentingnya adalah konsep membangun kemandirian masyarakat dari negara (civil society). Konsep ini jelas-jelas melawan kehendak rejim pada masa itu yang menginginkan negara powerfull dengan tingkat ketaatan masyarakatnya secara absolut.
* Tahun 1990: KH. Abdurrahman Wahid bersama sejumlah tokoh pro-demokrasi lainnya seperti Marsilam Simanjuntak dan Bondan Gunawan, mendirikan LSM Forum Demokrasi (Fordem). Forum ini memainkan peran penting untuk dua hal, pertama, menjadi pusat alternatif saluran politik rakyat di tengah kebuntuhan saluran politik formal seperti partai politik, DPR, maupun lembaga tinggi negara lain akibat kuatnya represi rejim pada masa itu. Kedua, Fordem memainkan peran penting sebagai representasi kaum intelektual-cendekia pro-demokrasi yang memiliki kesahamaan pandang tentang kebangsaan sekaligus menolak upaya penguatan sektarianisme agama dan golongan dalam segala bentuknya. Melalui Fordem, Gus Dur menjadi tumpuan akhir gerakan pro-demokrasi yang mengalami represi oleh negara atas nama pembangunan maupun represi dari kelompok masyarakat tertentu atas nama agama, ras dan golongan. Gus Dur betul-betul telah menjadi ancaman serius bagi kekuasaan pada saat itu, tapi ia menjadi teladan sekaligus tumpuan rakyat bagi masa depan demokratisasi di Indonesia.
* Tahun 1994: KH. Aburrahman Wahid dalam Muktamar NU ke-62 di Cipasung Jawa Barat, Tahun 1994, terpilih lagi untuk ketiga kalinya sebagai Ketua Umum PBNU. Terpilihnya Gus Dur yang ketiga kalinya ini sangat dramatis. Mengapa? Karena selama lima tahun terakhir, Gus Dur terus menerus berhadap-hadapan dengan rejim pemerintah soal penegakan demokrasi. Bahkan, dalam Muktamar Cipasung, Gus Dur mendapatkan lawan yang cukup tangguh, yaitu Abu Hasan yang diketahui oleh umum sebagai kandidat Ketua Umum PBNU yang disokong oleh rejim pemerintah. Muktamar NU Cipasung betul-betul menjadi ajang pertaruhan bukan hanya bagi kemandirian politik NU tapi juga kelompok pro-demokrasi yang selama ini bersama dan berada di belakang Gus Dur melawan otoritariansme. Kemenangan Gus Dur di Muktamar Cipasung adalah kemenangan perjuangan demokrasi.

RIWAYAT PERJUANGAN KH. ABDURRAHMAN WAHID –PERJUANGAN DI ERA REFORMASI

* Tahun 1998: KH. Abdurrahman Wahid bersama Megawati Soekarno Putri, Amien Rais dan Sri Sultan HB X menyampaikan deklarasi politik di rumahnya di Ciganjur Jakarta Selatan yang kemudian dikenal dengan sebutan Deklarasi Ciganjur. Isinya meminta rejim yang berkuasa untuk dengan suka rela meletakkan kekuasaan demi menghindari terjadinya kerusuhan sosial dan anarkisme massa akibat ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah. Tindakan ini dilakukan oleh Gus Dur setelah melihat kemarahan kepada pemerintah itu berkelindan dengan menguatnya sentimen terhadap etnis dan agama tertentu. Deklarasi inilah yang kemudian menjadi salah satu dasar pertimbangan penting Presiden Seoharto untuk memutuskan mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI ke-2, setelah berkuasa lebih dari 30 tahun.
* Tahun 1998: KH. Abdurrahman Wahid bersama empat kyai yang lain, KH. Makruf Amin, KH. Mustofa Bisri, KH. Munasir Ali dan KH. Muchit Muzadi, mendeklarasikan partai politik yaitu, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Pendirian partai ini merupakan salah satu bagian dari tanggungjawab moral politik Gus Dur untuk mendukung penegakan demokrasi melalui pelembagaan politik yang mapan sekaligus mensukseskan penyelenggaraan pemilu multipartai yang kedua dalam sejarah Indonesia. Saat itu, sebagian tokoh tidak menginginkan adanya pemilu, dengan alasan tidak percaya terhadap rejim pada masa itu akan bisa melaksanakan pemilu secara jujur dan adil. Sebagian tokoh menginginkan langsung dibentuk Presidium Nasional untuk menggantikan pemerintahan BJ. Habibie. Namun, Gus Dur tetap konsisten dengan sikapnya bahwa pemilu adalah satu-satunya jalan terbaik, jalan terdamai dan paling prosedural dalam demokrasi untuk menyelesaikan semua perbedaaan kepentingan politik. Di luar pemilu, bisa memicu munculnya ketidakpastian politik dan anarkisme.

KH Abdurrahman Wahid / Gus Dur

RIWAYAT PERJUANGAN KH. ABDURRAHMAN WAHID –PERJUANGAN SELAMA MENJABAT PRESIDEN RI KE-IV

* Tahun 1999: KH. Abdurrahman Wahid terpilih menjadi Presiden RI ke-4 melalui pemilihan yang sangat demokratis dalam Sidang Umum MPR RI hasil pemilihan umum 1999. Selama menjabat sebagai presiden, Gus Dur membuka ruang seluas-luasnya terhadap kebebasan berpendapat termasuk bagi pers. Departemen yang selama ini menurut Gus Dur menjadi penghalang bagi kebebasan berekspresi dan berpendapat, yaitu Departemen Penerangan dihapuskannya. Pers tumbuh seperti layaknya jamur di musim penghujan. Gus Dur juga mengeluarkan kebijakan politik memisahkan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dari induknya Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pemisahan ini menjadi sangat penting, untuk mendorong kepolisian lebih fokus sebagai pelayan masyarakat dalam bidang keamanan serta Reformasi TNI sebagai penjaga pertahanan sehingga secara bertahap tidak terlibat dalam kegiatan politik dan berdiri netral sebagai abdi negara. Gus Dur juga berhasil mengatasi ancaman disintegrasi bangsa melalui pendekatan budaya terhadap masyarakat Irian Jaya. Melalui keputusannya merubah nama Irian Jaya menjadi Papua, dan diizinkannya pengibaran bendera Bintang Kejora sebagai simbol budaya bukan simbol politik, membuat Papua tak lagi bergolak dan merasa menjadi bagian dari NKRI. Gus Dur juga melanjutkan program besarnya yang ia rintis sejak masih muda yaitu mendorong dialog antar agama guna menciptakan toleransi antar umat beragama. Terobosan yang dibuatnya adalah dengan mengeluarkan Keppres No 6 Tahun 2000 yang memberikan pengakuan terhadap Konghucu sebagai sistem kepercayaan resmi dan berhak untuk merayakan hari-hari keagamaan secara terbuka seperti halnya agama lain.

RIWAYAT PERJUANGAN KH. ABDURRAHMAN WAHID –PERJUANGAN PASCA TURUN DARI KEPRESIDENAN

* Tahun 2001-2009: KH. Abdurrahman Wahid setelah tidak lagi menjabat sebagai Presiden, selain berkhidmat di Partai Kebangkitan Bangsa, tetap memperjuangkan penegakan demokrasi, pluralisme dan kebangsaan. Gus Dur mendirikan sebuah Yayasan bernama The Wahid Institute, yang sepenuhnya didedikasikan untuk pengembangan dialog antar agama dan toleransi. Sejak didirikan, Gus Dur bersama dengan yayasan ini terlibat aktif dalam isu-isu sensitif tentang sosial dan keagamaan, antara lain memberikan advokasi penuh terhadap RUU Pornografi dan Pornoaksi yang dianggap sebagai RUU sektarian dan mengingkari keberagamaan Indonesia, juga menjadi pembela Ahmadiyah, sebuah aliran keagamaan yang oleh sebagian orang dituduh sesat dan diintimadisi di mana-mana, serta menjadi salah satu motor dari Gerakan Aliansi Kebangsaan dan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB). Sampai akhir hayat, Gus Dur tetap berada di depan membela kebebasan berkeyakinan, membela tegaknya demokrasi, pluralism dan persamaan di depan hukum, baik secara lisan, tulisan maupun aksi turun ke jalan.
Suka
Be the first to like this post. gerakan pro-demokrasi. Melalui tulisan-tulisannya dan juga pernyataan-pernyataannya di media massa, Gus Dur menginspirasi banyak pihak terutama kalangan muda NU dan non-NU tentang perspektif Islam ‘ala Indonesia dalam melihat pola hubungan agama dan negara, termasuk yang tidak kalah pentingnya adalah konsep membangun kemandirian masyarakat dari negara (civil society). Konsep ini jelas-jelas melawan kehendak rejim pada masa itu yang menginginkan negara powerfull dengan tingkat ketaatan masyarakatnya secara absolut.
* Tahun 1990: KH. Abdurrahman Wahid bersama sejumlah tokoh pro-demokrasi lainnya seperti Marsilam Simanjuntak dan Bondan Gunawan, mendirikan LSM Forum Demokrasi (Fordem). Forum ini memainkan peran penting untuk dua hal, pertama, menjadi pusat alternatif saluran politik rakyat di tengah kebuntuhan saluran politik formal seperti partai politik, DPR, maupun lembaga tinggi negara lain akibat kuatnya represi rejim pada masa itu. Kedua, Fordem memainkan peran penting sebagai representasi kaum intelektual-cendekia pro-demokrasi yang memiliki kesahamaan pandang tentang kebangsaan sekaligus menolak upaya penguatan sektarianisme agama dan golongan dalam segala bentuknya. Melalui Fordem, Gus Dur menjadi tumpuan akhir gerakan pro-demokrasi yang mengalami represi oleh negara atas nama pembangunan maupun represi dari kelompok masyarakat tertentu atas nama agama, ras dan golongan. Gus Dur betul-betul telah menjadi ancaman serius bagi kekuasaan pada saat itu, tapi ia menjadi teladan sekaligus tumpuan rakyat bagi masa depan demokratisasi di Indonesia.
* Tahun 1994: KH. Aburrahman Wahid dalam Muktamar NU ke-62 di Cipasung Jawa Barat, Tahun 1994, terpilih lagi untuk ketiga kalinya sebagai Ketua Umum PBNU. Terpilihnya Gus Dur yang ketiga kalinya ini sangat dramatis. Mengapa? Karena selama lima tahun terakhir, Gus Dur terus menerus berhadap-hadapan dengan rejim pemerintah soal penegakan demokrasi. Bahkan, dalam Muktamar Cipasung, Gus Dur mendapatkan lawan yang cukup tangguh, yaitu Abu Hasan yang diketahui oleh umum sebagai kandidat Ketua Umum PBNU yang disokong oleh rejim pemerintah. Muktamar NU Cipasung betul-betul menjadi ajang pertaruhan bukan hanya bagi kemandirian politik NU tapi juga kelompok pro-demokrasi yang selama ini bersama dan berada di belakang Gus Dur melawan otoritariansme. Kemenangan Gus Dur di Muktamar Cipasung adalah kemenangan perjuangan demokrasi.

RIWAYAT PERJUANGAN KH. ABDURRAHMAN WAHID –PERJUANGAN DI ERA REFORMASI

* Tahun 1998: KH. Abdurrahman Wahid bersama Megawati Soekarno Putri, Amien Rais dan Sri Sultan HB X menyampaikan deklarasi politik di rumahnya di Ciganjur Jakarta Selatan yang kemudian dikenal dengan sebutan Deklarasi Ciganjur. Isinya meminta rejim yang berkuasa untuk dengan suka rela meletakkan kekuasaan demi menghindari terjadinya kerusuhan sosial dan anarkisme massa akibat ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah. Tindakan ini dilakukan oleh Gus Dur setelah melihat kemarahan kepada pemerintah itu berkelindan dengan menguatnya sentimen terhadap etnis dan agama tertentu. Deklarasi inilah yang kemudian menjadi salah satu dasar pertimbangan penting Presiden Seoharto untuk memutuskan mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI ke-2, setelah berkuasa lebih dari 30 tahun.
* Tahun 1998: KH. Abdurrahman Wahid bersama empat kyai yang lain, KH. Makruf Amin, KH. Mustofa Bisri, KH. Munasir Ali dan KH. Muchit Muzadi, mendeklarasikan partai politik yaitu, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Pendirian partai ini merupakan salah satu bagian dari tanggungjawab moral politik Gus Dur untuk mendukung penegakan demokrasi melalui pelembagaan politik yang mapan sekaligus mensukseskan penyelenggaraan pemilu multipartai yang kedua dalam sejarah Indonesia. Saat itu, sebagian tokoh tidak menginginkan adanya pemilu, dengan alasan tidak percaya terhadap rejim pada masa itu akan bisa melaksanakan pemilu secara jujur dan adil. Sebagian tokoh menginginkan langsung dibentuk Presidium Nasional untuk menggantikan pemerintahan BJ. Habibie. Namun, Gus Dur tetap konsisten dengan sikapnya bahwa pemilu adalah satu-satunya jalan terbaik, jalan terdamai dan paling prosedural dalam demokrasi untuk menyelesaikan semua perbedaaan kepentingan politik. Di luar pemilu, bisa memicu munculnya ketidakpastian politik dan anarkisme.

KH Abdurrahman Wahid / Gus Dur

RIWAYAT PERJUANGAN KH. ABDURRAHMAN WAHID –PERJUANGAN SELAMA MENJABAT PRESIDEN RI KE-IV

* Tahun 1999: KH. Abdurrahman Wahid terpilih menjadi Presiden RI ke-4 melalui pemilihan yang sangat demokratis dalam Sidang Umum MPR RI hasil pemilihan umum 1999. Selama menjabat sebagai presiden, Gus Dur membuka ruang seluas-luasnya terhadap kebebasan berpendapat termasuk bagi pers. Departemen yang selama ini menurut Gus Dur menjadi penghalang bagi kebebasan berekspresi dan berpendapat, yaitu Departemen Penerangan dihapuskannya. Pers tumbuh seperti layaknya jamur di musim penghujan. Gus Dur juga mengeluarkan kebijakan politik memisahkan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dari induknya Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pemisahan ini menjadi sangat penting, untuk mendorong kepolisian lebih fokus sebagai pelayan masyarakat dalam bidang keamanan serta Reformasi TNI sebagai penjaga pertahanan sehingga secara bertahap tidak terlibat dalam kegiatan politik dan berdiri netral sebagai abdi negara. Gus Dur juga berhasil mengatasi ancaman disintegrasi bangsa melalui pendekatan budaya terhadap masyarakat Irian Jaya. Melalui keputusannya merubah nama Irian Jaya menjadi Papua, dan diizinkannya pengibaran bendera Bintang Kejora sebagai simbol budaya bukan simbol politik, membuat Papua tak lagi bergolak dan merasa menjadi bagian dari NKRI. Gus Dur juga melanjutkan program besarnya yang ia rintis sejak masih muda yaitu mendorong dialog antar agama guna menciptakan toleransi antar umat beragama. Terobosan yang dibuatnya adalah dengan mengeluarkan Keppres No 6 Tahun 2000 yang memberikan pengakuan terhadap Konghucu sebagai sistem kepercayaan resmi dan berhak untuk merayakan hari-hari keagamaan secara terbuka seperti halnya agama lain.

RIWAYAT PERJUANGAN KH. ABDURRAHMAN WAHID –PERJUANGAN PASCA TURUN DARI KEPRESIDENAN

* Tahun 2001-2009: KH. Abdurrahman Wahid setelah tidak lagi menjabat sebagai Presiden, selain berkhidmat di Partai Kebangkitan Bangsa, tetap memperjuangkan penegakan demokrasi, pluralisme dan kebangsaan. Gus Dur mendirikan sebuah Yayasan bernama The Wahid Institute, yang sepenuhnya didedikasikan untuk pengembangan dialog antar agama dan toleransi. Sejak didirikan, Gus Dur bersama dengan yayasan ini terlibat aktif dalam isu-isu sensitif tentang sosial dan keagamaan, antara lain memberikan advokasi penuh terhadap RUU Pornografi dan Pornoaksi yang dianggap sebagai RUU sektarian dan mengingkari keberagamaan Indonesia, juga menjadi pembela Ahmadiyah, sebuah aliran keagamaan yang oleh sebagian orang dituduh sesat dan diintimadisi di mana-mana, serta menjadi salah satu motor dari Gerakan Aliansi Kebangsaan dan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB). Sampai akhir hayat, Gus Dur tetap berada di depan membela kebebasan berkeyakinan, membela tegaknya demokrasi, pluralism dan persamaan di depan hukum, baik secara lisan, tulisan maupun aksi turun ke jalan.
Suka



GUSDUR Mengabdi
Posted on Mei 17, 2011

Gus Dur Mengabdi
Sepulang dari belajar di Timur Tengah dan pengembaraannya di Eropa akhir tahun 1970-an, Gus Dur lebih banyak bergelut di pesantren Tebuireng: mengajar dan menulis. Meski tinggal jauh dari Jakarta, tapi khalayak luas mulai mengenalnya, tiada lain lewat tulisan-tulisannya yang cemerlang di berbagai media massa.
Sebuah lembaga penelitian di Jakarta LP3ES mulai memanfaatkan pemikirnanya guna mengembangkan lembaga penelitian dan pengembangan itu. Kemudian Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI) juga banyak menggunakan jasanya untuk melaksanakan berbagai riset unggulan. Tidak hanya itu, Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tak mau ketinggalan, DKJ mengangkatnya sebagai ketuanya.
Ketika NU sedang mengalami  berbagai kemerosotan, membutuhkan pemimpin muda yang bisa membawa penyegaran, maka pilihan para ulama jatuh ke tangan H. Abdurrahman Wahid. Saat menjadi ketua umum PBNU 1984, pekerjaan Gus Dur sebagai peneliti, kolumnis dan dunia kesenian tetap dijalankan seperti biasa.
Namanya yang semakin melangit, juga tidak mengubah gaya hidupnya. Ia menempuh cara hidup yang biasa pula, serba informal, santai, akrab dan bersahabat dengan siapa saja. Seolah tak ada yang berubah darinya waluapun jabatan pimpinan tertinggi organisasi ulama itu diembannya. Jika Gus Dur butuh mengomunikasikan berbagai idenya pada para kiai dan sejawat lainnya di berbagai tempat, dijalaninya sendiri. Misalnya ketika menemui Gus Mus di Pesantren  Rembang, Gus Dur ke sana sendiri dengan menggunakan bus umum.
Sewaktu Gus Dur diundangan lokakarya di sebuah pesantren di Cilacap, juga menggunakan bus saja. Setelah diterminal, lalu ia menyambung dengan angkot dan kemudian dilanjutkan dengan naik becak. Dia datang dengan membawa segebok map berisi makalah dan foto kopi kliping sebagai bahan ceramahnya. Itu masih mending. Suatau hari, di tahun 1985, Gus Dur mengunjungi sahabatnya, KH Muhammad Jinan di Gunung Balak Lampung. Setelah naik bus Jakarta-Lampung, lalu naik angkot, ia meneruskan dengan berjalan kaki sepanjang empat kilo meter. Jalan menuju pesantren memang hanya setapak. Coba bayangkan, Gus Dur jalan kaki dengan badan tambun, kacamata tebal, sementara jalan berbatu. Tapi Gus Dur menjalaninya dengan enteng, bahkan ceria.
Banyak orang terbelalak melihat kebersahajaan pemimpinnya itu. Gus Dur memang memosisikan dirinya sebagai pemimpin. Pemimpin yang member contoh. Pemimpin yang menaungi siapa saja. Pemimpin yang rameh ing gawe, sepi ing pamrih. Pemimpin yang berempati. Gus Dur tidak menempatkan diri sebagai pembesar yang harus disanjung dan dihormati. Gus Dur tidak melengkapi dirinya dengan fasilitas lengkap dan nyaman. Gus Dur memang memilih untuk mengabdi, sehingga lebih banyak memberi dari pada menuntut pelayanan. Semua itu dilakukan oleh Gus Dur dengan penuh semangat. Pasalanya, Gus Dur didorong oleh ide-ide besar dan dibakar oleh semangat juang yang berapi-api, sehingga hal-hal kecil yang bersifat duniawi itu diabaikan begitu saja.
Gus Dur menilai segala macam pernik-pernik keduniawian itu tidak berarti dibanding dengan tantangan besar  menghadapi  rezim otoriter dan represif. Gus Dur melawan budaya takut dan rasa rendah diri yang berkembang di masyarakat. Gus Dur datang untuk memberikan rasa kesamaan, damai tanpa ketakutan pada semua orang. Hingga akhir hayatnya, Gus Dur terus mengabdi pada semua orang, memberikan perlindungan, memberikan harapan. Gus Dur percaya, tidak pernah ada persoalan yang tidak bisa diatasi, tidak ada konflik yang tidak bisa dilerai. Semuanaya dilakukan Gus Dur untuk membela dan mengangkat derajat dan martabat bangsa ini. Semua orang merasa tertolong oleh Gus Dur, sehingga mereka meras berhutang budi. Ketika Gus Dir meninggal semua meratapi, siapa bapak bangsa dan guru bangsa yang bisa mengganti, untuk mengawal perdamaian di negeri ini. Jasa Gus Dur dikenang semua orang, tidak pandang asal-usul etnis dan agamanya. Itulah buah dari ketulusan pengabdiannya. (Abdul Mun’im DZ)

Mantan Presiden RI, Gus Dur Telah Wafat
30 Desember 2009

NU Online. Inna lillahi wa inna ilaihi raajiuun, mantan presiden RI KH Abdurrahman Wahid atau biasa dikenal Gus Dur telah meninggal dunia pada pukul 18.45 WIB. Kepala tim dokter yang menangani Gus Dur dr Yusuf Misbah, mengatakan kondisi Gus Dur sebenarnya sempat membaik namun pada Rabu siang tadi, pukul 11 kembali memburuk karena penyakit komplikasi antara diabetes, ginjal, stroke dan jantung.
Pada pukul 18.15 kondisi gus dur dinyatakan kritis dan pada pukul 18.45 dinyatakan meninggal dunia. Mala mini juga, jenazah Gus Dur akan dibawa ke kediamannya di Ciganjur. Adik Gus Dur, Gus Solah menyatakan sampai saat ini belum ada keputusan jenazah Mantan Ketua Umum PBNU ini akan dimakamkan dimana karena masih menunggu rapat keluarga, Namun, ada kemungkinan akan dimakamkan di Jombang, tanah kelahirannya. “Kami menunggu keputusan keluarga untuk dimakamkan di mana,” tuturnya.
Semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosa dan kesalahannya, menerima semua amal kebajikannya dan menempatkannya dalam kemuliaan di sisi-Nya. Amiin.